Jumat, 13 Juni 2008

Jepang dalam Sepekan (2): Hotel Monterey Osaka

Terus terang, sebelumnya saya tidak punya bayangan khusus tentang Osaka. Kosong blas…. Paling yang ada dalam pikiran tentang Osaka hanyalah kota industri yang banyak gedung-gedung bertingkat dan pabrik-pabrik.

Ternyata bayangan itu tidak meleset terlalu jauh lho. Dalam perjalanan dari Kansai airport ke hotel, kami harus melalui ‘highway’ yang saling silang. Bingung juga melihat mobil ada di atas kita atau kadang di bawah kita. Tidak ada pemandangan lain selain jalan bertingkat-tingkat dan gedung-gedung tinggi. Sebenarnya asyik juga sih. Sebuah pengalaman baru buat saya.

Kondisi jalan sangat bagus, seperti kondisi umum jalan-jalan di Jepang. Tidak terasa ada guncangan-guncangan dari dalam bus. pemandangan selama perjalanan serasa datar-datar saja. Langit terlihat kelabu. Padahal sudah pukul 9.00 pagi. Saya baru sadar akan berkah yang kita dapatkan buat pulau Bali yang masih banyak lahan hijaunya dan sedikit gedung tingginya. Kita masih bisa melihat langit biru dan awan yang terbang ditiup angin. Di kala malam, kita masih bisa mengagumi bintang dan bulan. Tidak heran banyak turis Jepang yang senang liburan ke Bali.

Bus berhenti di stasiun dekat hotel kami menginap, Hotel Monterey. Namun untuk mencapai hotel, kami harus berjalan kaki dulu selama sepuluh menit. Untunglah udaranya sejuk, sekitar 18 derajat. Jalan kaki sambil menarik dua bagasi menjadi tidak begitu berat.

Jam 11 siang kami sampai di Hotel Monterey. Karena belum ‘check in time’ (boleh check in kalau sudah jam 2), kami terpaksa menitipkan barang saja di reception dan segera ganti pakaian. Janji pertemuan pertama dengan travel agent mulai pukul 2 siang. Terpaksa ganti bajunya dilakukan di toilet lobby. Pakaian yang tadinya kasual disulap menjadi pakaian kerja resmi lengkap dengan jas. Keren……J

Hotel Monterey Osaka ada di daerah Umeda, sebuah daerah perkantoran elit di jantung kota Osaka. Bangunannya bergaya klasik Eropa dengan dikelilingi oleh gedung-gedung perkantoran lainnya. Selidik punya selidik, teryata Monterey adalah jaringan hotel yang berpusat di Austria (kalau tidak salah… hehehe). Di depan hotel ada boulevard yang cukup lebar dan sejuk dengan pohon perindang. Sepanjang hari biasanya dipenuhi oleh pejalan kaki yang lalu lalang. Pada umumnya adalah mereka yang bekerja di sekitar daerah itu. Hotelnya tidak begitu besar, kurang lebih ada 150 kamar. Hotel ini terkenal dengan chapelnya yang menjadi tempat favorit sebagai tempat pernikahan. Ada tiga sampai lima pernikahan setiap harinya.

Kami mendapat kamar di lantai 10 (nomor 1018). Kamarnya tergolong luas untuk ukuran hotel di Jepang, cukup nyaman untuk berdua. Namun karena saya harus sekamar bertiga, jadinya terasa cukup sesak juga.

Fasilitas di kamar boleh dibilang sama dengan standar bintang lima. Ada ‘tea making facility’ lengkap dengan teh hijaunya yang bisa kita nikamti setiap hari. Akses internet juga disediakan dengan gratis. Ini yang paling saya suka. Mau tahu kecepatan aksesnya?..... ‘Ruar biasaaaa’. Begitu klik, page barunyanya langsung muncul. Tidak sepeti di Bali…. 'snail speed’ alias kecepatan kakul.

Kamar mandinya kira-kira 1,5 meter kali 2 meter. Kalah luas dengan hotel-hotel bintang lima di Bali. Namun fasilitasnya canggih semua. Dudukan toiletnya punya penghangat khusus agar saat duduk di situ kita merasa nyaman. Toiletnya juga dilengkapi dengan berbagai tombol sesuai dengan penggunaan. Pokoknya canggih deh. Untung saja saya tidak terlalu ‘gaptek’, sehingga tidak banyak masalah. Sekedar tahu saja, toilet seperti ini sudah menjadi standar di Jepang. Bahkan di tempat-tempat umum pun toiletnya seperti itu. Dan semuanya dalam keadaan super bersih. Kapan ya kita bisa seperti itu?

Sayang program tv-nya kebanyakan dalam bahasa Jepang. Cuma satu yang berbahasa Inggris. Itupun channel Animal Planet. Selama di sana tidak bisa monitor berita dunia. Untungnya saya masih bisa main internet sehingga bisa browsing kompas.com atau detik.com buat sekedar mengakses berita dalam negeri.

Makan pagi di Hotel Monterey disediakan dalam bentuk buffet. Tempatnya pun berpindah-pindah. Hari pertama kami breakfast di banquet room lantai 7, sedangkan di hari kedua kami breakfast di lantai 14. Setiap kali mau makan pagi, kita mesti membawa kupon dan diserahkan di pintu masuk banquet room. Kita bisa pilih dua jenis makanan. Mau breakfast ala Jepang bisa, mau gaya barat juga oke. Mau dua-duanya juga tidak masalah.

Staff yang melayani juga sangat efisien. Saya lihat hanya ada 3 orang yang bertugas, padahal ada sekitar seratus tempat duduk. Namun semuanya dapat tertangani dengan baik. Ck..ck..ck. Sebenarnya di hotel ini ada beberapa restoran, namun buka hanya untuk lunch dan dinner. Namun untuk efisiensi, breakfast ditangani dengan cara seperti ini.

Tidak banyak orang asing terlihat selama dua hari itu. Kebanyakan orang-orang Jepang dari berbagai daerah yang sedang ada urusan di Osaka.

Untuk urusan makan siang atau malam kami tidak terlalu masalah. Hanya beberapa puluh meter dari hotel ada sebuah mal yang banyak ada restorannya. Jenis makanannya juga sangat beragam dari berbagai Negara dengan harga yang cukup wajar. Lunch biasanya berkisar 600 s.d. 1000 yen. Kalau dinner sekitar 1500 s.d. 2000 yen. Belum termasuk minum.

Secara umum bisa dibilang tinggal di Hotel Monterey sangat memuaskan. Pelayanannya bagus, tempatnya juga strategis. Dari hotel ke stasiun subway sekitar 10 menit jalan kaki. Mau kemana-mana juga cukup gampang.

Tertarik dengan Hotel Monterey, silakan cek di http://www.hotelmonterey.co.jp/osaka

Senin, 09 Juni 2008

Jepang dalam Sepekan (1): Denpasar - Osaka

Dua minggu yang lalu saya sempat melawat ke negeri matahari terbit 'Jepang' dalam rangka perjalanan dinas dari perusahaan. Ini merupakan kali pertama kunjungan saya ke Jepang. Perjalanan ke tanah baru yang menginspirasi.

Tanggal 25 Mei 2008 tengah malam, dengan menggunakan pesawat JAL716, kami rombongan berlima (4 orang Bali dan 1 orang Jepang) meninggalkan Bali melalui bandara Ngurah Rai tepat pukul 00.50 (26 Mei) menuju Osaka.

Dalam pesawat, saya kebagian tempat duduk di baris paling depan kelas ekonomi. Lumayan, kaki bisa selonjoran selama perjalanan yang memakan waktu 8 jam itu. Teman-teman satu rombongan duduk di deretan lain, agak jauh dari saya. Di sebelah saya duduk seorang bule yang katanya dari Honolulu. Namanya Patrick, orangnya ramah dan suka cerita. Katanya dia sudah dua bulan di Bali untuk berselancar di beberapa tempat di Bali bahkan dia pernah dua minggu di pantai Grajagan, Banyuwangi. Di Bali, dia punya pacar orang Indonesia dari Surabaya. Kami bertukar beberapa cerita sehingga perjalanan jadi tidak membosankan. Tanpa terasa saya tertidur.

Jam 6 pagi, pramugari membangunkan saya karena saatnya dibagikan 'breakfast'. Asyik juga nih, pikir saya. Pas lapar, ada tawaran bagus...hehehehe. Saya ambil menu western. Enak banget. Pada saat yang sama, pramugari juga membagi formulir imigrasi dan bea cukai Jepang untuk diisi. Sambil menunggu, yah... saya isi semuanya.

Ternyata tidak berselang lama, pilot mengumumkan bahwa akan segera mendarat di Kansai International Airport. Waktu menunjukkan jam 6.30 waktu Bali (jam 7.30 waktu Osaka). Dari atas, kelihatan bandara Kansai ada di tengah laut. Ternyata bandara ini memang hasil reklamasi yang luar biasa luas. Kemajuan teknologi Jepang memungkinkan hal itu terjadi.

Turun dari pesawat, kita langsung menuju terminal kedatangan. Semuanya bersih dan modern. Tidak seperti di Bali, di dalam terminal tidak banyak orang terlihat. Yang ada hanyalah petugas imigrasi yang berjajar dengan tertib. Ternyata antriannya cukup panjang, perlu waktu sekitar 30 menit untuk sampai giliran saya. Dalam antrian kami bertemu dengan tiga orang ibu-ibu dari Jakarta (mereka naik Garuda) juga ikut antri. Di sini, setiap orang asing yang datang, selain paspornya diperiksa petugas imigrasi, wajah kita juga difoto. Dengan menatap layar komputer, kita tanpa sadar foto wajah kita sudah diambil. Kita diwajibkan juga untuk melakukan perekaman sidik jari telunjuk kanan dan kiri pada alat yang disediakan. Semuanya menggunakan komputer dan canggih. Kapan ya kita bisa begini? Untunglah saya tidak banyak mendapat hambatan dari petugas. Walaupun petugasnya tidak fasih berbahasa Inggris dan saya tidak fasih bahasa Jepang, semuanya berjalan lancar. Petugasnya sangat sopan (walaupun tidak ramah) dan berpenampilan rapi.

Sampai di bagian pengambilan barang, ternyata barang-barang kami sudah menunggu. Ada petugas wanita yang membantu melakukan klaim barang. Selanjutnya kami menuju petugas bea dan cukai. Syukur juga kami saya tidak mendapatkan rintangan berarti di sini, semua isian formulir sudah saya lengkapi selama di pesawat.

Keluar bandara, kami siap-siap untuk berangkat ke hotel yang sudah kami pesan sebelumnya. menuju ke sana katanya kami harus naik bus selama 30 menit.

Sistim transportasi di Jepang sudah sangat maju. Untuk menuju hotel, kami cukup melihat peta besar yang ada di sana dan membeli tiket bus sesuai jalur yang dikehendaki. Harganya pun sudah tertera jelas di sana. Untuk beli tiket, kita cukup memasukkan uang ke dalam mesin tiket yang ada (mirip ATM). Kita tinggal pencet seharga tiket yang kita mau dan mesin akan mengeluarkan tiket (bentuknya segi empat kecil, mirip tiket Timezone) beserta uang kembaliannya. Wow.... 'smart machine'... ya.

Menunggu bus datang, kami pun antri. Di Jepang, setiap orang antri dengan tertib. Bus tiba, petugas memasukkan barang kami ke dalam bagasi. Busnya seperti baru, bersih sekali. Sopirnya memakai setelah jas. Saya mendapatkan tempat duduk di deretan tengah. Perjalanan ke hotel pun di mulai.

Akhirnya kami tiba di Osaka. Osaka... kami datang!!

Sekian dulu yah... ceritanya akan kita sambung lagi di bagian ke-2.

Sabtu, 15 Maret 2008

Kenapa kita tidak disiplin berlalu lintas?

Kadang saya merasa gondok dan geregetan melihat ulah beberapa pengguna jalan di Bali ini. Disiplin kita dalam berlalu lintas sangatlah rendah. Berikut ini beberapa contohnya:

- Di persimpangan By Pass Ngurah Rai-Supratman-Gatot Subroto (simpang Tohpati), sering kali saya lihat pengendara sepeda motor dari arah Supratman pada saat lampu traffic light menyala merah (dari arah barat) tidak mau berhenti. Melainkan mereka belok kiri dan kemudian lewat di sela-sela kendaraan dan kemudian melaju belok kiri lagi ke arah Gianyar. Memang tidak menimbulkan kecelakaan, namun sangat berbahaya dan sangat tidak tertib. Kejadian serupa banyak saya lihat di beberapa persimpangan lain di Denpasar. Dan parahnya lagi, hal ini tidak hanya dilakukan pengendara sepeda motor, melainkan pengemudi mobil juga.

- Banyak sekali pengendara sepeda motor menggunakan jalur cepat (sebelah kanan). Apa mereka tidak tahu atau pura-pura tidak tahu.

- Di setiap traffic light, selalu terjadi penumpukan kendaraan hingga meluber sampai jalur kanan (terutama sepeda motor) sehingga menghalangi lalu lintas dari depan yang mendapat giliran lewat. Wajar saja kalau macet kadinya.

- Pasti anda pernah melihat penumpang mobil yang membuang sampah di jalan. Apakah itu hanya berupa kantong plastik, kulit permen bahkan canang sari bekas. Hehehehe... semoga tidak kena yang di belakang. Suatu hari saat berhenti menunggu lampu hijau di kawasan Sanur saya melihat mobil mewah di samping saya. Tiba-tiba kaca mobil di bagian kiri depan dibuka pelan. Seorang anak kecil dengan seragam SD swasta yang bagus tanpa merasa bersalah membuang kotak makan paginya begitu saja. Mungkinkan ini karena bapak atau ibunya tidak ada waktu untuk mengajari prilaku yang baik? Hanya Tuhan yang tahu.

- Dan banyak lagi deh.....

Kenapa ini bisa terjadi? Menurut saya ini karena tidak adanya ketegasan dari aparat dalam menertibkan. Kok dibiarkan saja pelanggaran-pelanggaran itu terjadi. Semakin lama masyarakat yang berprilaku begitu akan merasa tidak ada yang salah dengan kebiasaannya. Penyebab kedua adalah rendahnya kesadaran masyarakat. Kesibukan dan persaingan yang semakin meningkat membuat orang tidak peduli lagi dengan orang lain. Semua memikirkan kepentingan masing-masing.

Sampai kapankah kita begini? Inikah penyebab keterpurukan kita di segala segi?

Bali Sayang

Blog ini berisikan catatan-catatan kecil, artikel maupun foto tentang Bali yang saya dapatkan dalam perjalanan harian saya. Catatan, artikel maupun foto tsb. ada yang merupakan buah tangan saya sendiri maupun dari kegiatan saya sebagai pemulung dari berbagai sumber.

Banyak hal tentang Bali yang pantas untuk ditampilkan. Seni budaya yang indah, alam nan eksotik, pesona bawah laut yang mempesona dan lain sebagainya. Namun interaksi masyarakat sehari-hari patut juga kita cermati. Banyak hal-hal positif dari orang-orang Bali yang perlu kita tiru dan lestarikan. Namun banyak juga sifat-sifat negatif orang Bali yang tidak perlu kita lestarikan lagi karena tidak sesuai dengan zaman. Jadi, isi blog ini berupa pernak-pernik tentang Bali, apakah itu yang bagus maupun yang belum bagus, yang baik maupun yang belum baik. Sengaja saya pilih kata belum bagus dan belum baik karena pada dasarnya semuanya tergantung cara kita memandang sesuatu. Harapan saya, semuanya akan menjadi lebih bagus dan lebih baik. Semoga apa yang saya sajikan di sini dapat membawa manfaat yang baik bapi pembaca. Ini karena saya 'sayang Bali'.

Terima kasih