Minggu, 03 Juni 2012

Bandung Jakarta Naik Kereta Api






5 Februari 2012.

Receptionist di Hyatt Regency Bandung bertanya ke saya, "Pak, ke Jakarta naik apa besok? Sudah pesan kendaraan?". "Oh iya, kami akan naik kereta api eksekutif Parahyangan jam 3 sore. Apa bisa diantar ke stasiun gak?. Ternyata sang reseptionist terheran-heran mendengar jawaban saya. Biasanya orang Jakarta yang ber-weekend di Bandung kalau balik ke Jakarta naik mobil pribadi atau travel. Mungkin juga dia pikir ini orang Bali kok naik kereta? Kan lebih cepat naik travel, langsung bisa sampai di alamat yang dituju. Hehehe... saya bilang ke dia bahwa saya cuma ingin coba saja berhubung di Bali tidak ada kereta api. Saya ingin memberikan pengalaman menggunakan berbagai moda transportasi untuk anak-anak saya. Di samping itu, dengan menggunakan kereta kami masih bisa melihat suasana pedesaan di pinggir rel kereta yang tentunya akan terlewat bila naik pesawat.

Sampai di stasiun Bandung ternyata masih banyak waktu yang tersisa. Kami sempat keliling-keliling sekitar stasiun. Stasiunnya masih berupa bangunan peninggalan Belanda yang dirawat dengan baik. Mungkin dari sisi kebersihan maupun penataan area komersialnya yang perlu diperbaiki lagi karena mengganggu kenyamanan penumpang.

Kereta api Bandung - Jakarta sore itu tidak terlalu ramai. Di gerbong tempat saya dan keluarga hanya terisi kurang dari setengah. Ruangannya bersih dan jarak antara kursi sangat lebar. Sangat nyaman untuk selonjor kaki. Tidak seperti kursi pesawat low cost airline biasanya. Kalau mau pesan makanan juga bisa. Tinggal pesan yang disuka nanti langsung diantar ke kursi masing-masing. Kecepatan kereta mungkin rata-rata 60 - 80 km/jam. Saya tidak tahu pasti tapi saya rasa secepat itu. Hal ini sangat menguntungkan karena kami bisa menikmati pemandangan alam yang luar biasa khususnya setelah keluar kota Bandung. Sawah, kebun maupun desa-desa kecil yang dilewati sangat mempesona. Jembatan yang membentang tinggi di atas jurang yang menakjubkan. Tidak kalah dengan apa yang tersaji di film-film Hollywood. Anak-anak bermain bola di lapangan desa mengingatkan saya pada masa kecil. Sayang setelah satu setengah jam perjalanan turun hujan. Pemandangan alam akhirnya tidak bisa terlihat jelas lagi.

Memasuki kota Jakarta, pemandangan yang disuguhkan sangat berbeda. Tempat tinggal liar di pinggir rel kereta, perkampungan yang kumuh, sampah di mana-mana. Tiga jam waktu yang dibutuhkan dari Bandung untuk sampai di Stasiun Gambir. Tiga jam yang menyajikan pemandangan yang kontras. Suasana desa yang tenang dan asri dalam suasana guyub di mana jurang antara si kaya dan si miskin tidak terlalu kentara sangat kontras dengan gemerlap Jakarta yang metropolis dan egois. Yang kaya, kaya sekali; yang miskin, miskiiiiiiin sekali.

Balik lagi ke perjalanan dengan kereta tadi. Saya pikir sebenarnya negara kita mempunyai potensi pariwisata yang sangat luar biasa. Wisata dengan kereta dari Jakarta ke Bandung sangat layak dijual. Tentunya dibutuhkan pengelolaan yang lebih baik dan dipasarkan dengan profesional. Panorama alam yang tersaji sangat luar biasa. Saya membayangkan apabila keindahan ini diabadikan oleh fotografer-fotografer handal yang banyak kita miliki. Wow, pasti sangat fantastis hasilnya. Tinggal sekarang siapa yang mau memulai menggarap ini. Ayo siapa berani?





Mana Mungkin Orang Bali Bisa jadi General Manager Hotel?



Tamat SMA dulu tahun 1989 saya menghadapi dilema yang cukup berat. Niatnya memang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu masuk universitas, ambil jurusan arsitektur karena memang cita-citanya mau ke sana. Dari sisi bekal ilmu sebenarnya cukup mendukung. Saya tamat dari jurusan fisika dan nilai-nilai pelajaran eksak juga sangat baik. Matematika, fisika, kimia lumayan di atas 9 semua. Bahasa Inggris juga OK. Namun saya harus berhadapan dengan realita. Kalaupun orangtua bisa membiayai saya sampai tamat kuliah arsitek, saya yakin adik-adik saya bakal hanya mampu sekolah sampai SMA saja. Maklumlah ayah hanya seorang tukang bangunan dan ibu seorang ibu rumah tangga yang juga membantu mencari nafkah dengan bisnis kecil-kecilan. Namun yang saya contoh dari mereka adalah sikap jujur dan pantang menyerah. Tidak pernah sekalipun beliau mengambil rejeki dari cara yang curang.

Singkat cerita, setelah menimbang-nimbang, saya akhirnya memutuskan masuk sekolah perhotelan karena saat itu peluang kerja di hotel sangat banyak. Terdamparlah saya di BPLP Bali mengikuti program Diploma 1 Front Office. Saya pikir dengan modal nilai bahasa Inggris yang baik saya akan cocok untuk bidang itu. Sekolahnya pun hanya 1 tahun jadi cepat bisa bekerja dengan harapan bisa membantu orang tua menyekolahkan adik-adik.

Tahun 1990 saya tamat dan langsung mengirimkan lamaran ke beberapa hotel. Sempat ditolak oleh beberapa hotel tapi sempat juga menolak kesempatan kerja dari salah satu hotel. Syukur akhirnya saya diterima di salah satu hotel besar di Nusa Dua. Di sanalah saya belajar bekerja selama tujuh setengah tahun. Dari seorang karyawan biasa sampai bisa menjadi manager menengah. Perjalanan karir terus berlanjut sampai akhirnya kini setelah 20an tahun bekerja saya mencapai posisi yang diidam-idamkan oleh hampir semua karyawan hotel yaitu posisi GM, General Manager. Tentu posisi ini mempunyai tanggung jawab yang besar sehingga diperlukan orang-orang yang sudah berpengalaman untuk memegang posisi ini. Saya bersyukur karena mendapatkan kesempatan yang langka ini.

Saya sering mendengar dan membaca bahwa orang-orang yang ada di posisi puncak sering merasakan kesendirian. Kesendirian dalam arti profesional. Saya rasa hal ini terjadi di hampir semua organisasi baik itu organisasi masyarakat, sosial, bisnis maupun lainnya. Ibarat mendaki gunung, ketika kita berada di puncak kita akan merasakan kesendirian. Memang dalam membuat keputusan kita akan dibantu oleh anggota tim kita namun keputusan akhir tetap ada di tangan kita. Karena itu kitalah yang paling bertanggungjawab atas segala hasil dari keputusan yang diambil. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan kesendirian dari Presiden RI dalam memutuskan hal-hal yang penting buat negara ini.

Salah satu cara mengatasi kesendirian tadi adalah dengan ikut aktif dalam forum-forum atau asosiasi bisnis yang melibatkan rekan-rekan sesama GM. Ada beberapa di Bali seperti PHRI, BHA ataupun SKAL Club. Bagi yang suka bergiat di bidang sosial banyak yang ikut Rotary Club. Di sana biasanya berkumpul para GM atau eksekutif hotel-hotel di Bali yang secara rutin bertemu baik dalam acara yang santai ataupun yang lebih serius membicarakan hal-hal yang menyangkut pariwisata Bali khususnya bidang perhotelan. Bagaimana caranya agar kita tidak tertinggal dari pesaing-pesaing kita, bagaimana caranya menjalankan pariwisata yang berkelanjutan tanpa merusak lingkungan agar bisa dinikmati oleh generasi mendatang.

Ada satu hal yang cukup menggelitik perhatian saya dalam hal ini. Dalam beberapa forum yang saya ikuti sangat jarang ada GM yang orang Bali di sini. Selain saya paling ada lima orang Indonesia lainnya. Itupun tidak semua orang Bali. Sebagian besar orang-orang asing. Bukan bermaksud SARA karena jaman sudah global. Namun pertanyaannya ke manakah GM orang-orang Bali ini? Apakah saya yang salah tempat?

Belum ada data mengenai berapa banyak orang Bali yang menjabat posisi ini. Tapi saya tahu sudah banyak teman-teman Bali yang memegang posisi ini sekarang. Mungkin mereka merasa organisasi di atas tadi adalah untuk orang-orang asing. Namun harus diakui bahwa untuk saat ini kemampuan GM asing memang masih di atas kita. Perkataan saya ini pasti banyak yang bakal mendebat. Itu boleh-boleh saja. Tapi paling tidak dari sisi networking, penguasaan bahasa Inggris dan pemahaman budaya para turis asing yang berwisata ke Bali, mereka lebih mumpuni. Saya sendiri tidak jarang harus belajar dari mereka tentang beragam hal. Saya merasa beruntung punya seorang mentor GM asing yang sangat membantu mengembangkan diri saya. Banyak sekali pola pikir dan cara pandang mereka yang berbeda dengan kita. Tentu tidak semuanya sesuai dengan kebudayaan kita tapi sangat banyak yang lebih baik dari cara kita memandang. Terserah kita untuk menyaringnya.

Saya bermimpi bahwa pada suatu saat dalam forum-forum ini saya akan melihat kehadiran lebih banyak GM-GM Bali. Kita harus menunjukkan eksistensi bahwa SDM Bali tidak kalah dengan daerah lain ataupun dari SDM luar negeri. Kehadiran kita di forum-forum ini akan memberikan warna yang berbeda. Kita bisa memberikan suatu masukan yang berharga buat kelestarian pulau yang indah ini.

Semoga.

Jumat, 01 Juni 2012

Ada Pesan Cinta di Pantat Truk

Tahun 2010 lalu, tepatnya mulai 1 Oktober saya pindah kerja dari Jimbaran ke Seminyak. Kalau dari rumah di Kesiman ke Jimbaran biasanya saya tempuh dalam waktu satu jam. Nah sekarang dari rumah ke Seminyak waktunya berkurang jadi 45 menit. Itu dulu, tahun 2010. Tapi sekarang sudah balik lagi ke waktu tempuh satu jam. Inilah dampak negatif dari perkembangan ekonomi yang sangat baik tapi tanpa diimbangi dengan perkembangan infrastruktur yang sesuai. Masyarakat dimanjakan dengan uang muka yang ringan untuk kredit sepeda motor maupun mobil namun jalan raya hanya segitu-gitu saja.

"Tidak usah mengeluh, nikmati saja", gerutu saya dalam hati. Untuk mengisi waktu sambil menyetir saya sekarang punya kebiasaan baru yaitu update status di facebook lewat telepon genggam saya. Sambil menyetir saya dengar radio. Nah dari siaran radio ini biasanya tercetus ide-ide status facebook yang enak untuk di-posting. Jadi waktu terjebak macet atau pas nunggu lampu merah maka secepatnya saya update status yang muncul di pikiran.

Kebetulan saat ini di tempat saya bekerja kami memasarkan hotel secara online. Maka mau tidak mau saya harus menceburkan diri saya ke segala hal yang berhubungan dengan dunia internet marketing. Salah satunya marketing melalui sosial media. Dalam perjalanan memburu ilmu sosial media marketing itu saya pernah membaca sebuah artikel tentang posting apa saja yang mendapatkan respon tinggi di Facebook. Jawabnya ada 3 (kalau tidak salah). Status yang diposting harus memenuhi unsur relevance, recency dan trend. Artinya status yang kita posting harus berhubungan dengan audien, harus masih anyar dan sedang dibicarakan.

Saya iseng-iseng coba resep tersebut dan ternyata manjur. Kalau update status tentang diri kita sedang bagaimana (galau dan kawan-kawannya) atau kita sedang melakukan apa biasanya tidak begitu mendapat tanggapan dari teman-teman. Tapi begitu saya posting status tentang isu terkini dan relevan dengan teman-teman saya maka mendadak sontak respon segera mengalir.

Namun ada satu hal lagi yang cukup mengena dalam hal ini. Biasanya dalam perjalanan satu menuju tempat kerja saya kadang-kadang dengan terpaksa membuntuti pantat... dalam hal ini pantat truk. Ada sesuatu yang menarik di situ yaitu tulisan-tulisan yang dirangkai dengan grafis yang indah. Pesan-pesan yang dipasang ada yang lucu, gundah dan bahkan nakal. Saya tidak tahu pasti apakah pesan-pesan ini dipilih langsung oleh sopir truk sendiri atau malah pesanan dari sang pemilik truk. Yang pasti pesan-pesan tersebut cukup menginspirasi dan membuat hilang rasa kantuk. Bisa saja pesan-pesan itu adalah curahan isi hati sang supir sendiri....hahaha. Nah ternyata posting pesan pantat truk yang saya kemas dalam bentuk "pesan pantat truk hari ini" ternyata cukup mengena unsur relevance, recency walaupun belum tentu trendy. Hasilnya respon dari teman-teman mengalir deras setiap saya posting "pantat truk". Bahkan seorang teman mengaku menunggu-nunggu terus status tersebut....hahaha

Kalau mau eksis di social media, selamat mencoba resep ini!