Minggu, 03 Juni 2012

Mana Mungkin Orang Bali Bisa jadi General Manager Hotel?



Tamat SMA dulu tahun 1989 saya menghadapi dilema yang cukup berat. Niatnya memang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu masuk universitas, ambil jurusan arsitektur karena memang cita-citanya mau ke sana. Dari sisi bekal ilmu sebenarnya cukup mendukung. Saya tamat dari jurusan fisika dan nilai-nilai pelajaran eksak juga sangat baik. Matematika, fisika, kimia lumayan di atas 9 semua. Bahasa Inggris juga OK. Namun saya harus berhadapan dengan realita. Kalaupun orangtua bisa membiayai saya sampai tamat kuliah arsitek, saya yakin adik-adik saya bakal hanya mampu sekolah sampai SMA saja. Maklumlah ayah hanya seorang tukang bangunan dan ibu seorang ibu rumah tangga yang juga membantu mencari nafkah dengan bisnis kecil-kecilan. Namun yang saya contoh dari mereka adalah sikap jujur dan pantang menyerah. Tidak pernah sekalipun beliau mengambil rejeki dari cara yang curang.

Singkat cerita, setelah menimbang-nimbang, saya akhirnya memutuskan masuk sekolah perhotelan karena saat itu peluang kerja di hotel sangat banyak. Terdamparlah saya di BPLP Bali mengikuti program Diploma 1 Front Office. Saya pikir dengan modal nilai bahasa Inggris yang baik saya akan cocok untuk bidang itu. Sekolahnya pun hanya 1 tahun jadi cepat bisa bekerja dengan harapan bisa membantu orang tua menyekolahkan adik-adik.

Tahun 1990 saya tamat dan langsung mengirimkan lamaran ke beberapa hotel. Sempat ditolak oleh beberapa hotel tapi sempat juga menolak kesempatan kerja dari salah satu hotel. Syukur akhirnya saya diterima di salah satu hotel besar di Nusa Dua. Di sanalah saya belajar bekerja selama tujuh setengah tahun. Dari seorang karyawan biasa sampai bisa menjadi manager menengah. Perjalanan karir terus berlanjut sampai akhirnya kini setelah 20an tahun bekerja saya mencapai posisi yang diidam-idamkan oleh hampir semua karyawan hotel yaitu posisi GM, General Manager. Tentu posisi ini mempunyai tanggung jawab yang besar sehingga diperlukan orang-orang yang sudah berpengalaman untuk memegang posisi ini. Saya bersyukur karena mendapatkan kesempatan yang langka ini.

Saya sering mendengar dan membaca bahwa orang-orang yang ada di posisi puncak sering merasakan kesendirian. Kesendirian dalam arti profesional. Saya rasa hal ini terjadi di hampir semua organisasi baik itu organisasi masyarakat, sosial, bisnis maupun lainnya. Ibarat mendaki gunung, ketika kita berada di puncak kita akan merasakan kesendirian. Memang dalam membuat keputusan kita akan dibantu oleh anggota tim kita namun keputusan akhir tetap ada di tangan kita. Karena itu kitalah yang paling bertanggungjawab atas segala hasil dari keputusan yang diambil. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan kesendirian dari Presiden RI dalam memutuskan hal-hal yang penting buat negara ini.

Salah satu cara mengatasi kesendirian tadi adalah dengan ikut aktif dalam forum-forum atau asosiasi bisnis yang melibatkan rekan-rekan sesama GM. Ada beberapa di Bali seperti PHRI, BHA ataupun SKAL Club. Bagi yang suka bergiat di bidang sosial banyak yang ikut Rotary Club. Di sana biasanya berkumpul para GM atau eksekutif hotel-hotel di Bali yang secara rutin bertemu baik dalam acara yang santai ataupun yang lebih serius membicarakan hal-hal yang menyangkut pariwisata Bali khususnya bidang perhotelan. Bagaimana caranya agar kita tidak tertinggal dari pesaing-pesaing kita, bagaimana caranya menjalankan pariwisata yang berkelanjutan tanpa merusak lingkungan agar bisa dinikmati oleh generasi mendatang.

Ada satu hal yang cukup menggelitik perhatian saya dalam hal ini. Dalam beberapa forum yang saya ikuti sangat jarang ada GM yang orang Bali di sini. Selain saya paling ada lima orang Indonesia lainnya. Itupun tidak semua orang Bali. Sebagian besar orang-orang asing. Bukan bermaksud SARA karena jaman sudah global. Namun pertanyaannya ke manakah GM orang-orang Bali ini? Apakah saya yang salah tempat?

Belum ada data mengenai berapa banyak orang Bali yang menjabat posisi ini. Tapi saya tahu sudah banyak teman-teman Bali yang memegang posisi ini sekarang. Mungkin mereka merasa organisasi di atas tadi adalah untuk orang-orang asing. Namun harus diakui bahwa untuk saat ini kemampuan GM asing memang masih di atas kita. Perkataan saya ini pasti banyak yang bakal mendebat. Itu boleh-boleh saja. Tapi paling tidak dari sisi networking, penguasaan bahasa Inggris dan pemahaman budaya para turis asing yang berwisata ke Bali, mereka lebih mumpuni. Saya sendiri tidak jarang harus belajar dari mereka tentang beragam hal. Saya merasa beruntung punya seorang mentor GM asing yang sangat membantu mengembangkan diri saya. Banyak sekali pola pikir dan cara pandang mereka yang berbeda dengan kita. Tentu tidak semuanya sesuai dengan kebudayaan kita tapi sangat banyak yang lebih baik dari cara kita memandang. Terserah kita untuk menyaringnya.

Saya bermimpi bahwa pada suatu saat dalam forum-forum ini saya akan melihat kehadiran lebih banyak GM-GM Bali. Kita harus menunjukkan eksistensi bahwa SDM Bali tidak kalah dengan daerah lain ataupun dari SDM luar negeri. Kehadiran kita di forum-forum ini akan memberikan warna yang berbeda. Kita bisa memberikan suatu masukan yang berharga buat kelestarian pulau yang indah ini.

Semoga.

1 komentar:

Zarra Aziza mengatakan...

what a kind son :')