Sabtu, 03 Januari 2009

Laskar Pelangi


‘Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya’.
Kepala Sekolah SD Muhammadyah Desa Gantong

Kalimat itulah yang selalu terngiang di telinga saya setelah kemarin menonton film laksar pelangi dengan istri dan anak-anak saya. Film dengan latar belakang Pulau Belitung tahun 1979 itu benar-benar menyentuh hati saya. Saya begitu larut dalam alur cerita yang memukau, bercampur antara sedih, gembira dan terkadang mengundang tawa. Tak terasa beberapa bulir air mata membasahi sudut mata saya yang sudah semakin dewasa ini. Benar-benar menginspirasi.

Ini adalah kisah betapa lebarnya kesenjangan antara kaum miskin dan kaya di sebuah pulau yang kaya dengan timah. Terasa sekali bahwa pembangunan hanya menguntungkan sebagian lapisan masyarakat, sementara sebagian lapisan masyarakat lainnya hanya sebagai penonton dan terpinggirkan, hidup dalam kemiskinan.

Hikmah apa yang saya petik dari cerita film ini?

1. Pak Kepala Sekolah, Ibu Guru Mus dan Pak Zulkarnain (yang setia memberikan bantuan agar sekolah masih tetap berjalan) menginspirasi saya untuk merenungi kembali arti hidup. Seperti kalimat yang saya petik di awal tadi, saya ingin mengabdikan hidup saya ini untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya.

Mereka bertiga menginspirasi saya bahwa pendidikan bukanlah diukur dengan deretan angka-angka. Hendaklah pendidikan lebih menonjolkan nilai-nilai kemanusiaan dan mengedepankan hati.

2. Anak-anak laskar pelangi, (Lintang, Ikal, Mahar dkk) mengingatkan saya kembali akan masa kecil saya. Masa kecil yang sangat bersahaja, sarat dengan keterbatasan namun penuh kegembiraan, semangat pantang menyerah dan kebersamaan. Bahwa sukses tidak semata-mata ditentukan oleh fasilitas, namun oleh sikap yang ada dalam diri kita.

3. Guru SD PN yang diperankan oleh Tora Sudiro (maaf saya lupa namanya) mengingatkan kita akan pentingnya sikap kesatria. Di saat detik-detik akhir lomba cerdas cermat antar SD, di mana SD Muhammadyah dan SD PN memiliki angka yang sama, Lintang berhasil menjawab pertanyaan matematika yang kemudian dinyatakan salah oleh tim juri. Saat itu Guru Tora (?) dengan kesatria mengakui bahwa jawaban yang diberikan Lintang itu sama dengan hasil hitungannya, yang menurutnya benar. Jika saja Pak Guru ini diam, maka kemenangan akan diraih sekolahnya karena SD Muhammadyah akan dikurangi nilainya. Di masa saat ini kita merindukan orang-orang yang secara kesatria menyuarakan kebenaran walaupun hal itu berarti merugikan dirinya.

4. Dari sosok Lintang saya belajar banyak tentang arti kerja keras dan semangat pantang menyerah. Lintang, seorang anak dari kampung nelayan setiap hari harus menempuh perjalanan dengan naik sepeda sejauh puluhan kilometer menuju sekolahnya. Ibunya yang sudah tiada membuat lintang setiap hari juga harus mengurusi tiga adik perempuannya saat ditinggal ayahnya yang pergi melaut. Setiap hari juga, di suatu tempat dalam perjalanannya dia harus dengan sabar menunggu buaya yang melintasi jalan setapak yang ia lalui.

Yang paling menyentuh adalah ketika Lintang yang sedang bersiap-siap untuk berangkat untuk ikut lomba cerdas cermat diminta oleh ayahnya untuk menjaga adik-adiknya karena akan segera berangkat melaut. Teryata itulah pertemuan terakhir Lintang dengan ayahnya. Lintang yang jenius, yang mampu mengerjakan soal matematika tingkat tinggi hanya dengan memejamkan mata, harus berhenti bersekolah demi menggantikan peran ayahnya untuk mencari nafkah buat adik-adiknya. Sungguh sebuah gambaran yang sangat ironis di negeri yang katanya kaya ini.

Hidup dengan lebih banyak memberi terasa begitu indah. Memberi tidak hanya berarti memberi secara materi. Itu hanya salah satunya, masih ada ribuan cara lainnya untuk memberi.

Laskar Pelangi bukan film hiburan semata. Cerita yang diangkat dari novel karya Andre Hirata ini merupakan makanan yang amat bergizi bagi jiwa kita. Sebuah karya fenomenal dari anak bangsa. Semoga akan lahir lagi karya-karya inspiratif seperti ini di masa-masa yang akan datang.

Untuk Bali-ku tersayang... Mudah-mudahan apa yang terjadi di Belitung tidak terjadi di pulau tercinta ini. Saatnya semua anak pulau ini menikmati kesempatan belajar yang sama, tidak pandang dia miskin atau kaya. Akankah bisa terwujud?

2 komentar:

Nyoman Purnaya mengatakan...

Bro..nice esential of story...saya malah nonton pas premier, meskipun harus antri beli tiket berjam-jam...

Cemara Bali mengatakan...

Bener bro.. jadi inget masa kecil. Rada-rada mirip....hehehe